Jumat, 04 Januari 2013

Sapa Sang Relawan


Semangat pagi rekan relawan

Semangat pagi rekan...
merapatlah dalam barisan
Satukan niatan demi kemanusiaan
Hai rekan relawan...
Satukanlah kesamaan
Rengkuh persaudaraan
Meski perbedaan melingkar
Hai rekan relawan...
Semangat mu takkan pernah padam
Kau berikan mentari dalam kegelapan
Dan ketentraman dalam kekacauan
Jalan mu adalah jalan keberkahan
Yang tak semua insan dapat melakukan
Sebagai relawan yang tak pernah gentar
Takkan ada kesunyian dan kesedihan
Suka duka mu kau balut dalam senyuman 
Kau pribadi yang mulia
Tunaikan kebaikan
Bawa serta kedamaian
Untuk kesemestaan

By: Ce_Ismah




Urgensi Kesehatan


URGENSI KESEHATAN
       I.            PENDAHULUAN
Setiap orang pasti mendambakan kebaikan dalam hidupnya, baik secara fisik maupun mental, di dunia maupun akhirat. Dalam salah satu Hadist Rasulullah SAW. menjelaskan, tidak ada nikmat yang lebih baik setelah keyakinan yang benar kecuali nikmat sehat (al ‘afiyah). Karena itu, beliau selalu menganjurkan para sahabatnya untuk memperbanyak salah satu doa yang terbaik, yaitu agar senantiasa diberikan ampunan dan keselamatan dari segala macam bahaya, termasuk penyakit baik fisik maupun mental.
Kesehatan adalah harta yang sangat bernilai. Harta bertumpuk dapat lenyap dalam sekejap apabila kesehatan terganggu. Sebaliknya, bila kesehatan prima produktivitas seseorang akan meningkat sehingga dapat memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi dirinya dan orang lain. Dengan kata lain, kualitas hidup seseorang atau suatu masyarakat akan meningkat bila kesehatan dipelihara dengan baik. Karena itu menjadi kewajiban bagi setiap orang untuk memelihara dan menjaga kesehatan agar dapat menjalankan fungsi dan tugas kemanusiaan dengan baik untuk memakmurkan bumi.  

    II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Pengertian Kesehatan
B.     Hadist Abu Hurairah tentang Mukmin yang Kuat lebih baik dari pada Mukmin yang Lemah
C.    Hadist Abu Hurairah tentang Lima Macam Fitrah Manusia
D.    Hadist Abu Hurirah tentang Peritah Bersikat Gigi

 III.            PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kesehatan
Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah memperbaiki kondisi manusia baik jasmani, rohani ataupun akal, sosial dan bukan semata-mata memberantas penyakit.
Majlis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan jasmaniah, ruhaniah, dan sosial yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan (tuntunan-Nya), dan memelihara serta mengembangkannya.[1]
Kesehatan adalah keadaan pada makhluk hidup, guna menfungsikan seluruh organ tubuhnya secara harmonis. Untuk manusia pengertian kesehatan dapat diartikan kesempurnaaan keadaan jasmani, ruhani, dan sosial.[2]
Hidup sehat menurut al-Qur’an:
Agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai khalifah yang memakmurkan bumi, maka hidup manusia harus sehat. Prokduktifitas dan kualitas hidup seseorang maupun kelompok sangat ditentukan oleh kesehatannya. Karena manusia tercipta dari dua unsur: debu dan ruh, maka sehat dimaksud meliputi dua hal: fisik/ jasmani dan jiwa/ ruhani. Keduanya tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi antara satu dan lainnya. [3]
Agar tubuh tetap sehat, al-Qur’an memberikan beberapa petunjuk dan tuntunan, baik berupa pemeliharaan maupun pencegahan dan pengobatan, antara lain sebagai berikut:
a)      Mengonsumsi makanan yang bergizi
Tubuh manusia membutuhkan makanan untuk mendapatkan energi agar dapat beraktifitas dan menjaga kesehatannya.
b)      Larangan mengonsumsi makanan dan minuman yang berbahaya
Allah SWT. telah menciptakan semua jenis makanan untuk manusia di bumi, tetapi ada beberapa jenis yang dihalalkan untuk dikonsumsi, yaitu yang baik dan bermanfaat, dan ada jenis makanan dan minuman yang diharamkan karena membahayakan. 
c)      Larangan makan dan minum secara berlebihan (al-Israf)
Sikap berlebihan (al-Israf) dalam segala hal selalu disebut dalam konteks negatif dan terlarang seperti dalam Surah Ghafir/40 : 43 yang artinya: “dan sesungguhnya orang –orang yang berlebihan adalah penghuni neraka.”
d)     Urgensi istirahat bagi tubuh
Salah satu tanda kekuatan Allah SWT. adalah penciptaan siang dan malam secara silih berganti (al-Baqarah/2 : 164 dan Yunus/10 : 6). Pergantian antara sinar benderang di siang hari dan gelap gulita di malam hari itu dimaksudkan antara lain agar malam menjadi saat istirahat tenang, mengembalikan kekuatan, setelah siang harinya manusia berusaha keras mencari rizki.
e)      Urgensi gerak badan dan olah raga bagi kesehatan tubuh
Tidak ditemukan ayat dalam al-Qur’an yang secara tegas menjelaskan urgensi olah raga bagi kesehatan tubuh, namun isyarat tentang itu ditemukan dalam firman Allah SWT. Surat al-Anfal/8 : 60.
f)       Melakukan upaya penyembuhan dan pencegahan
Selain memberi perhatian terhadap upaya pencegahan dari berbagai penyakit dengan membiasakan pola hidup sehat, Islam juga mengajarkan umatnya untuk melakukan upaya penyembuhan bila sakit.
g)      Melakukan hubungan seksual yang sehat
Untuk menjaga kesinambungan hidup manusia, Allah SWT. memberikan gairah atau nafsu seksual yang dengan itu ia memperoleh keturunan dan memelihara kelangsungannya. Allah SWT. berfirman dalam Surat an-Nahl/16 : 72.[4]

B.     Hadist Abu Hurairah tentang Mukmin yang Kuat lebih baik daripada Mukmin yang Lemah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَمْ الْمُؤْمِنَ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ وَفِي كُلِّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَايَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَلَكِنْ قُلْ قدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ (أخرجه مسلم في كتاب القدر)
“Dari  Abi Hurairah berkata, Rasulallah SAW. Bersabda: mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disayangi oleh Allah dari mukmin yang lemah dan masing-masing ada keutamaannya; berhati-hatilah kamu untuk kemanfaatan dirimu dan mintalah pertolongan Allah dan jangan berputus asa. Dana kalau kamu dapat cobaan maka janganlah berkata kalau aku terbuat tentulah begini atau begitu, tetapi katakanlah ini hanya takdir dari Allah dan berbuat apa yang dikehendakinya, karena kalimat “kalau” pembuka pintu bagi syaitan” [5]
Yang dimaksud Kuat bisa pada fisik dan atau mentah serta pikiran seperti pada Surah al-Anfal: 60
Dalam suatu hadist Rasulallah SAW. Kata Quwwah pada ayat di atas diartikan dengan ar-Ramyu (melempar panah). Penjelasan Rasulallah SAW. Tersebut merupakan contoh kekuatan yang harus dipersilahkan dalam menghadapi musuh yang sesuai dengan kondisi pada saat ini, bukan untuk membatasi penafsiran bagi generasi setelahnya. Menurut pakar tafsir Ibnu Asyur, Ar-Ramyu dijadikan contoh bukan lainnya karena pada saat itu panah adalah alat perlengkapan alat yang paling sempurna dibanding lainnya. Untuk dapat melakukan itu dengan baik dibutuhkan kekuatan antara lain fisik dan ketangkasan. Karena itu dalam beberapa hadist Rasulallah SAW. menekankan agar para orang tua melatih fisik anak-anak dengan berenang dan ketangkasan memanah agar mereka tumbuh kuat. [6]
Kuat secara mental, dalam bentuk keinginan kuat dan kesungguhan dapat ditemukan misalnya dalam Surah al-Baqarah/2 : 63, al-A’raf/7 : 171, dan Maryam/19 : 12. Dalam ketiga ayat tersebut dijelaskan bahwa pesan-pesan Allah SWT. yang disampaikan melalui wahyu atau kitab suci harus diambil dan diterima dengan kekuatan, baik dalam bentuk kesungguhan maupun keinginan kuat untuk melaksanakannya. Untuk itu dibutuhkan jiwa sehat dan siap untuk menjadi persemaian nilai-nilai ajaran agama.[7]

C.    Hadist Abu Hurairah tentang Lima Macam Fitrah Manusia

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي الله عَنْه سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَمْ يَقُولُ الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَالاسْتِحْدَادُ وَفَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ الاظْفَار وَنَتْفُ الابَاطِ (أخرجه البخاري فى كتاب اللباس)
                   “Dari Abu Hurairah R.A saya mendengar Nabi Muhammad SAW. Bersabda: “Fitrah itu ada lima: Khitan, Mencukur rambut di sekitar kemaluan (istihdad), mencukur kumis, memotong kuku dan  mencabut bulu ketiak.[8]
1.      Khitan
                   Khitan yaitu memotong kulup yang menutupi hasyfah dzakar dari orang laki-laki dan memotong sebagian kulit yang terletak di atas kemaluan perempuan yang keadaannya seperti lembing ayam jantan.[9]
                   Terkait dengan hukum khitan para Ulama berbeda pendapat tentang diwajibkannya atau disunnahkannya khitan.
Ø  Imam Sya’bi, Rabi’ah, dan Ahmad berpendapat bahwa khitan hukumnya wajib. Bahkan Imam Maliki bersikap lebih keras lagi, beliau menegaskan “Siapa yang belum dikhitan tidak sah menjadi imam dan kesaksiannya tidak diterima.”
Ø  Imam Hasan al-Bashri dan Abu Hanifah berpendapat “Khitan itu tidak wajib hukumnya, akan tetapi sunnah.”
Ø  Sementara Ibnu Abi Musa salah seorang murid Imam ahmad berpendapat bahwa khitan hukumnya Sunnah Muakkad.[10]
                   Khitan laki-laki dinamakan i’dzal. Khitan perempuan, dinamakan khafadh. Perempuan yang memotong itu dinamakan khafidhah.

ü   Manfaat Khitan:
                   Khitan bermanfaat untuk thaharah (menyucikan diri), membersihakan diri, menghias, dan memperindah bentuk tubuh. Selain itu, khitan juga berfungsi menjadi penyeimbang syahwat yang bila diperturutkan secara berlebihan membuatnya sama seperti binatang. Namun dimatikan secara total, membuat ia sama dengan benda mati.
       Manfaat khitan menurut Dr. Shabri al-Qabani dalam buku Hayatuna al-Jinsiyyah:
Ø  Dengan memotong qulfah (bagian dzakar yang dikhitan), seorang laki-laki dapat selamat dari penyakit kelebihan lemak yang mengakibatkan seseorang menjadi merasa muak dan mual. Ia juga dapat mencegah  kemungkinan terjadinya pembusukan pada bagian dzakar (disebabkan banyaknya bakteri yang berkumpul di ujung dzakar yang tidak dikhitan).
Ø  Dengan memotong qulfah seseorang juga dapat terhindar dari najis yang keluar dari dzakar (yang tidak dikhitan) ketika dzakar itu membesar. (Sebab, dzakar yang tidak dikhitan dapat menyimpan sisa-sisa air seni yang najis).
Ø  Apabila bayi segera dikhitan maka kita dapat menjauhkan dia dari terkena penyakit sering buang air kecil di malam hari. Karena kebiasaan anak kecil umumnya, mereka sering membuang air kecil di tempat tidurnya di malam hari, hal ini disebabkan oleh masalah yang bersumber dari qulfah yang belum dikhitan.[11]

2.      Mencukur Rambut di Sekitar Kemaluan (Istihdad)
             Yaitu mencukur bulu-bulu di atas dzakar (penis) orang laki-laki dan sekitarnya, demikian pula bulu yang tumbuh di sekitar kemaluan perempuan.[12] Utamanya ialah dibersihkan bulu-bulu itu dengan mencukurnya. Tetapi boleh digunting dan boleh dicabut.
             Mengenai waktu mencukurnya, terserah kepada keadaan. Hadist Anas Ibnu Malik yang menerangkan, Rasulallah telah mewaktukan bagi para sahabat dalam mencukur misai, mengerat kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan supaya tidak dibiarkan lebih dari 40 malam, maksudnya ialah tidak boleh lewat dari waktu tersebut, bukan harus menunggu cukup 40 hari.[13]
             Mengenai membersihkan dan mencukur rambut kemaluan ini dari segi kesehatan, banyak sekali manfaatnya, diantaranya adalah bebas dari kuman, kutu, dan jamur yang sering hinggap di tempat-tempat yang lembab. Bagi pasangan yang sudah menikah, dengan dicukurnya rambut kemaluan, maka akan mempermudah dalam pemenuhan nafkah batin dan menambah keharmonisan dalam berumah tangga.

3.      Mencukur Kumis
             Mengenai pengguntingan misai (kumis) maka para ulama mensunnahkan juga. Disukai supaya dimulai dengan mengerat sebelah kanan. Dan orang yang hendak menggunting misainya, boleh menggunting sendiri dan boleh menyuruh orang lain mengguntingnya. Batas yang digunting itu, ialah hingga kelihatan pinggir bibir.
             Nabi Muhammad menyuruh umat supaya menyalahi kebiasaan orang-orang musyrikin. Mereka mencukuri janggut dan kumis. Karena itu Nabi menyuruh kita umat Islam memelihara janggut dengan sempurna dan menggunting misai hingga pendek.
             Ibnu Daqiqil Id berkata: “hikmah kita disuruh menggunting kumis adalah untuk menyalahi orang-orang ‘Ajam (orang –orang musyrikin) yang pada masa itu membiarkan kumis tumbuh panjang. Dan disukai kita menghilangkan ujung-ujung bulu kumis        dari tempat masuk makanan dan minuman.[14]
             Abu Umar bin Abdil Barri berkata, ”Diriwayatkan oleh Al Hasan bin Sholih dari Simak dari Ikrimah dari Ibnu Abbas RA. bahwa sesungguhnya Nabi SAW. menggunting kumisnya dan menuturkan bahwa Nabi Ibrahim juga menggunting kumisnya”.[15]

4.      Memotong kuku
          Mengerat kuku adalah suatu sunnah, bukan wajib dan disukai supaya dimulai dengan mengerat kuku-kuku tangan sebelum mengerat kuku-kuku kaki. Maka yang mula-mula dikerat ialah kuku-kuku telunjuk tangan kanan, kemudian jari tengah kemudian kelingking, kemudian jari manis, kemudian ibu jari. Tangan kiri, dimulai dengan mengerat kuku kelingking, kemudian jari manis, kemudian jari tengah, kemudian telunjuk dan sesudahnya ibu jari. Mengenai kuku-kuku kaki, maka dimulai dengan kelingking kaki kanan terus sampai ke kelingking kaki kiri.[16]
          Di dalam memotong kuku, yakni memotong yang lebih dari daging, adalah untuk membaguskan keadaan, menghilangkan kejelekan dan supaya lebih mudah menyempurnakan thaharah.



5.      Mencabut bulu ketiak
Mengenai pencabutan bulu ketiak, para Ulama sepakat mensunahkannya. Yang utama, bulu ketiak itu dicabut, kalau dapat menahan sakit. Kalau dicukur  sebaiknya, dengan memakai kapur. Dan disukai supaya memulai dengan ketiak kanan. Yunus Ibnu Abdul A’la berkata : “Saya datang kepada Asy-Syafii yang bulu ketiaknya sedang dicukur oleh seorang tukang cukur. Maka Asy-Syafii berkata : Saya mengeahui, bahwa yang sunnah, ialah mencabut bulu ketiak. Tetapi saya tidak dapat menahan sakit”.[17]

D.    Hadist Abu Hurirah tentang Peritah Bersikat Gigi

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَمْ قَالَ تَسَوَّكُوا فَإِنَّ السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ مَا جَاءَنِي جِبْرِيلُ إِلا أَوْصَانِي بِالسِّوَاكِ حَتَّى لَقَدْ خَشِيْتُ أَنْ يُفْرَضَ عَلَيَّ وَعَلَى أُمَّتِي وَلَوْلا أَنِّي أَخَافُ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَفَرَضْتُهُ لَهُمْ (أخرجه ابن ماجه في كتاب الطهارة وسننها) وفي رواية لدارمي عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَمْ قَالَ لَوْلا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أَمَّتِي لامَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاةٍ (أخرجه الدارمي في كتاب الطهارة)
“Dari Abi Umamah sesungguhnya Rasulallah SAW. Bersabda: bersiwaklah kamu sekalian karena sesungguhnya bersiwak adalah mensucikan mulut dan sebagai sarana mendapat ridha Tuhan. Tidaklah Jibril datang, kecuali dia berwasiat kepada ku untuk bersiwak. Sehingga benar-benar aku Khawatir kalau bersiwak itu diwajibkan kepada ku dan kepada umatku. Kalau sekiranya aku tidak takut memberatkan umatku, tentu aku akan mewajibkan bersiwak kepada mereka”.[18] Diriwayatkannya Ibnu Majah dalam kitab Thaharah dan sunnah-sunnahnya. Dan di dalam riwayat ad-Darami dari Abi Hurairah Nabi pernah bersabda: “kalau sekiranya aku tidak memberatkan pada umatku , tentu aku akan memerintahkan pada mereka untuk bersiwak setiap melekukan shalat.” [19]
Bersugi atau bersikat gigi merupakan salah satu aktifitas yang disunnahkan oleh Nabi SAW. Abu Musa Al Asy’ary menerangkan, bahwa pada suatu ketika beliau datang ke rumah Nabi SAW, mendapati beliau sedang bersugi. Nabi memasukkan kayu suginya ke dalam mulut. Hal ini memberi pengertian, bahwa tidak saja gigi yang digosok, bahkan lidah harus digosok dengan kayu sugi. Kita disukai bersugi pada beberapa keadaan diantaranya ialah ketika akan memerintahkan pada mereka bersiwak pada setiap  mau sholat.[20]
Mengenai cara bersikat gigi dicontohkan oleh rasulullah juga yaitu diletakkanya sikat itu di ujung lidah beliau seraya bersuara u’ u’ u’ yaitu beliau menguak-uak.[21]
Adapun rahasia ataupun hikmah diperintahkannya kita bersugi dalam tiap-tiap keadaan mendekatkan diri kepada Allah, adalah supaya kita berada dalam keadaan sempurna dan bersih untuk menyatakan kemuliaan ibadah. Dalam pada itu ada yang mengatakan, bahwa perintah bersugi ketika akan shalat ialah karena Malaikat meletakkan mulutnya di atas mulut orang-orang yang sedang membaca dalam shalat dan Malaikat itu tidak senang kepada bau yang busuk. Lantaran itu disukailah kita bersugi di ketika kita akan bershalat.[22]
Siwak atau sugi atau sikat gigi zaman dahulu adalah terbuat dari batang semak (pohon kecil-kecil) yang biasa dikenal dengan istilah “Ara”. Namun, siwak juga dibuat dari batang kayu dari pohon-pohon kecil seperti kayu zaitun liar atau pohon sambur. Siwak yang paling baik kualitasnya adalah siwak yang terbuat dari akar-akar pohon ara, sedang siwak yang dibuat dari cabang-cabang pohon Ara kualitasnya lebih rendah. Pohon ara, atau lebih tepatnya belukar yang tumbuh di Jazirah Arab dan kawasan-kawasan kering lainnya di Asia Barat dan Afrika Utara. Pohon ini memiliki banyak cabang, berdaun hijau, kekuning-kuningan, serta berbunga dan berbuah kecil. Buah pohon ara terkenal  dengan nama Al-Kabats, berbentuk bola-bola kecil yang awalnya berwarna merah kemudian menghitam. Buah pohon ara ini mengandung unsur-unsur berbau tajam yang merangsang selera.[23]
An-Nawawi berkata: disukai kita bersugi dalam segala waktu, akan tetapi lebih disukai dalam lima waktu:
1)      Di waktu akan bershalat
2)      Di waktu berwudhu
3)      Di waktu akan membaca al-Qur’an
4)      Di waktu bangun dari tidur
5)      Di waktu telah berubah bau mulut
 Berubah bau mulut karena:
Ø  Tidak makan dan tidak minum
Ø  Makan makanan yang berbau
Ø  Lama tidak berbicara
Ø  Banyak berbicara.[24]
Adapun siwak untuk zaman sekarang ini, yang secara esensial adalah membersihkan kotoran pada gigi, yaitu menggunakan sikat gigi dan pasta gigi minimal tiga kali.
 IV.            KESIMPULAN
Kesehatan adalah keadaan pada makhluk hidup, guna menfungsikan seluruh organ tubuhnya secara harmonis.
Sedangkan menurut MUI dalam Musyawarah Nasional 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan jasmaniah, ruhaniah, dan sosial yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan (tuntunanNya), dan memelihara serta mengembangkannya.
Orang mukmin yang kuat baik dari sisi tubuhnya, pemikirannya, dll. Itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada mukmin yang lemah.
  Lima fitrah manusia: Khitan, istihdad, mencabut bulu ketiak, mengerat kuku, menggunting misai/ kumis.
Khitan yaitu memotong kulup yang menutupi hasyfah dzakar dari orang laki-laki dan memotong sebagian kulit yang terletak di atas kemaluan perempuan yang keadaannya seperti lembing ayam jantan.
Mengenai pencabutan bulu ketiak, para Ulama sepakat mensunahkannya. Yang utama, bulu ketiak itu dicabut, kalau dapat menahan sakit. Kalau dicukur  sebaiknya, dengan memakai kapur. Dan disukai supaya memulai dengan ketiak kanan.
Mengenai pengguntingan misai (kumis) maka para ulama mensunnahkan juga. Disukai supaya dimulai dengan mengerat sebelah kanan.        Mengerat kuku adalah suatu sunnah, bukan wajib dan disukai supaya dimulai dengan mengerat kuku-kuku tangan sebelum mengerat kuku-kuku kaki.
 Siwak untuk zaman sekarang ini, yang secara esensial adalah membersihkan kotoran pada gigi, yaitu menggunakan sikat gigi dan pasta gigi minimal tiga kali.

    V.            PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan, kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran bagi para pembaca yang bersifat membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. AMIN.

DAFTAR PUSTAKA
Ad-Dib, Ahmad Ibn Muhammad. 2010.  Aqiqah Risalah Lengkap Berdasarkan Sunnah Nabi. Jakarta: Qisthi Press.
Al-Hafidz, Ahsin W. 2007. Fiqih Kesehatan. Jakarta: AMZAH.
Al Jauziah, Imam Ibnul Qayyim. 1998. Petunjuk Nabi SAW Menjadi Hamba Teladan Dalam Berbagai Aspek Kehidupan. Jakarta : Robbani Press
An-Najjar, Zaghlul. 2006. Pembuktian Sains Dalam Sunnah. Jakarta: AMZAH
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2003. Mutiara Hadist 2. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Perpustakaan Nasional RI: Katalog dalam Terbitan. 2009. Kesehatan dalam Prespektif al-Qur’an. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an.
Shonhaji, Abdullah,  dkk. 1992. Terjemah Sunan Ibn Majah. Semarang: CV Asyifa.
Razak, A. dan Rais Lathief. 1980.Terjemahan Hadist Shahih Muslim. Jakarta: Pustaka al-Husna.



[1] Ahsin W. Al-Hafidz, Fiqih Kesehatan, (Jakarta: AMZAH, 2007) hlm. 4
[2] Ibid, hlm. 5.
[3]Perpustakaan Nasional RI: Katalog dalam Terbitan, Kesehatan dalam Perspektif al-Qur’an, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2009), hlm. 304
[4] Ibid., 306
[5] A. Razak dan Rais Lathief, Terjemahan Hadist Shahih Muslim Juz III, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1980), hlm.236
[6] Perpustakaan Nasional RI : Katalog dalam Terbitan, Op.Cit. hlm. 299-300
[7] Ibid., hlm. 300
[8] Ahmad ibn Muhammad ad-Dib, Aqiqah Risalah Lengkap Berdasarkan Sunnah Nabi, (Jakarta: Qisthi Press, 2010), hlm.83.
[9] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Mutiara Hadist 2, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003). hlm. 42.
[10] Ahmad ibn Muhammad ad-Dib , Op. Cit, hlm. 85.
[11] Ibid., hlm.89-90.
[12] Teungku Muhammad Hasbi ash Shidieqy, Op.Cit, hlm. 43.
[13] Ibid., hlm. 44.
[14] Ibid., hlm. 45-46.
[15] Imam Ibnul Qayyim Al Jauziah, Petunjuk Nabi SAW Menjadi Hamba Teladan Dalam Berbagai Aspek Kehidupan, (Jakarta : Robbani Press, 1998), hlm. 137
[16] Teungku Muhammad Hasbi ash Shidieqy, Op.Cit, hlm. 45
[17] Ibid, hlm. 45.
[18] Abdullah Shonhaji dkk, Terjemah Sunan Ibn Majah, (Semarang: CV Asyifa.1992), hlm.236.
[19] Ibid., hlm. 235.
[20] Ibid, hlm. 38.
[21] Bey Arifin, dkk., Terjemah Sunana Abi Daud, (Semarang: cv. Asyifa’, 1992), hlm. 28.
[22]  Teungku Muhammad Hasbi Ash Shdieqy, Loc.Cit.
[23] Zaghlul An-Najjah, Pembuktian Sains dalam Sunnah, (Jakarta: AMZAH, 2006), hlm.162.
[24] Teungku Muhammad Ash Shidieqy, Op.Cit. hlm. 39.